Beberapa shalat mensyaratkan adanya khutbah dan menjadi bagian integral dengan shalat tersebut. Misalnya adalah shalat Jumat yang harus didahului dengan khutbah yang disampaikan oleh khatib. Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 437), menyebutkan adab-adab seorang khatib sebagai berikut:
أداب الخطيب: يأتى المسجد وعليه السكينة والوقار، ويبدأ بالتحية ويجلس وعليه الهيبة، و يمتنع عن التخاطب، وينتظر الوقت، ثم يخطو إلى المنبر و عليه الوقار، كأنه يحب أن يعرض ما يقول على الجبار، ثم يصعد للخشوع، ويقف على المرقاة بالخشوع ويرتقي بالذكر، ويلتفت إلى مستمعيه باجتماع الفكر، ثم يشيرإليهم بالسلام ليستمعوا منه الكلام، ثم يجلس للأذان فزعا من الديان، ثم يخطب بالتواضع، ولا يشير بالأصابع، ويعتقد ما يقول لينتفع به، ثم يشير اليهم بالدعاء، وينزل إذا أخذ المؤذن في الإقامة، ولا يكبر حتى يسكتوا، ثم يفتتح الصلاة، ويرتل ما يقرأ.
Artinya: “Adab khatib, yakni berangkat ke masjid dengan hati dan pikiran tenang; terlebih dahulu shalat sunnah dan duduk dengan khidmat; tidak berbincang-bincang dan menunggu waktu; kemudian melangkah ke mimbar dengan rasa terhormat seolah-olah senang mengatakan sesuatu yang akan disampaikan kepada Yang Maha Perkasa; kemudian naik dan berdiri di tangga dengan khusyu’ sambil berdzikir; berputar untuk melayangkan pandangan kepada para pendengarnya dengan penuh konsentrasi kemudian menyampaikan salam kepada pendengar agar mereka mendengarkan; kemudian duduk untuk mendengarkan adzan dengan penuh rasa takut kepada Yang Maha Kuasa; kemudian berkhutbah dengan penuh tawadhu’; tidak menunjuk dengan jari-jari; merasa yakin bahwa yang disampaikan bermanfaat; kemudian memberi isyarat kepada makmun agar berdoa; turun dari mimbar jika muadzin sudah bersiap-siap iqamat; tidak bertakbir sebelum jamaah tenang; kemudian mulai shalat dan membaca ayat-ayat Al-Qurán dengan tartil.”
Dari kutipan di atas dapat diuraikan kedua belas adab khatib sebagai berikut:
Pertama, berangkat ke masjid dengan hati dan pikiran tenang. Seorang khatib memiliki tanggung jawab penuh terhadap sah tidaknya khutbah yang dia sampaikan terutama yang menyangkut syarat-syarat dan rukun-rukun khutbah. Oleh karena itu seorang khatib hendaknya dalam kondisi fisik dan psikis yang baik ketika menyampaikan khutbah.
Kedua, terlebih dahulu shalat sunnah dan kemudian duduk dengan khidmat. Seorang khatib setelah sampai dan memasuki masjid hendaknya melakukan shalat sunnah sebelum duduk menunggu tibanya waktu shalat Jumat dengan tidak berbincang-bincang dengan orang-orang di sekitarnya kecuali sangat terpaksa.
Ketiga, melangkah menuju mimbar dengan rasa terhormat seakan-akan hendak mengatakan sesuatu kepada Yang Maha Perkasa. Seorang khatib hendaknya merasa percaya diri dengan tugas yang dijalankan karena ia memang sedang melaksanakan tugas keagamaan yang sangat penting dan terhormat.
Keempat, naik ke tangga mimbar dan berdiri di mimbar dengan khusyu’ sambil berdzikir. Sesampai di mimbar, seorang khatib hendaknya berdiri dengan khusyu’ dan selalu mengingat Allah dengan bacaan-bacaan dzikir. Hal ini untuk membantu mengkondisikan suasana sakral karena khutbah tidak sama dengan pengajian umum yang bersifat bebas.
Kelima, berputar untuk menatap para hadirin dengan penuh konsentrasi dan kemudian segera beruluk salam kepada mereka agar mereka mendengarkan. Hal ini penting karena para jamaah hendaknya mendengarkan apa yang disampaikan khatib dengan baik. Seorang khatib dalam menyampaikan khutbahnya sebaiknya tidak ngelantur, apalagi keluar dari konteks.
Keenam, duduk untuk mendengarkan adzan dengan penuh rasa takut kepada Yang Maha Kuasa. Setelah beruluk salam khatib hendaknya duduk di kursi yang telah disediakan untuk mendengarkan adzan yang dikumandangkan oleh muadzin. Adzan tersebut hendaknya direspon oleh khatib dengan bacaan-bacaan tertentu secara lirih termasuk bacaan doa seusai adzan dikumandangkan.
Ketujuh, seusai adzan seorang khatib menyampaikan khutbahnya dengan sikap tawadhu’ dan tidak menunjuk dengan jari-jari. Seorang khatib sebaiknya tidak menunjukkan sikap sombong atau bahkan arogan baik yang tercermin dalam kata-kata maupun dalam bahasa tubuh. Oleh karena itu, penggunaan jari-jari untuk menunjuk sesuatu atau seseorang sebagaimana biasa dilakukan dalam orasi politik harus dihindari selama khutbah berlangsung.
Kedelapan, merasa yakin bahwa yang disampaikan bermanfaat. Materi yang disampaikan dalam khutbah harus dipastikan berisi tentang hal-hal yang bermafaat bagi para jamaah seperti ajakan untuk selalu bertakwa kepada Allah subhanu wat’ala dan berakhlak mulia. Oleh karena itu seorang khatib hendaknya menyiapakan materi yang baik dan benar sebelum naik ke mimbar.
Kesembilan, memberi isyarat kepada jamaah agar berdoa. Pada saat khatib sampai pada doa, ia hendaknya memberi isyarat dengan mengangkat tangannya agar para hadirin mengetahui dan mengikutinya dengan mengangkat tangan sambil mengamini doa yang dipanjatkannya.
Kesepuluh, turun dari mimbar jika muadzin sudah bersiap-siap iqamat. Seusai khutbah, khatib hendaknya tidak langsung turun dari mimbar hingga muadzin mulai menyerukan iqamat yang kemudian diikuti para jamaah dengan berdiri.
Kesebelas, tidak bertakbir sebelum jamaah tenang. Khatib bisa sekaligus bertindak sebagai imam. Sebelum memulai takbiratul ihram, ia harus memperhatikan keadaan para jamaah, apakah sudah berdiri dengan tenang dan diam atau masih ada yang bergerak merapatkan barisan. Jika jamaah dalam jangakaun pandangannya sudah terlihat diam dan berdiri dengan rapat, ia bisa memulai takbiratul ihram.
Dua belas, mulai shalat dan membaca ayat-ayat Al-Qurán dengan tartil. Setelah takbiratul ihram yang diikuti oleh para jamaah, imam dapat membaca surat Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan surat lainnya secara tartil.
Demikianlah kedua belas adab khatib sebagaimana disampaikan Imam Al-Ghazali. Poin nomor 1 hingga nomor 6 dilakukan sebelum adzan dikumandangkan oleh muadzin. Poin nomor 7 hingga nomor 9 dilakukan setelah adzan dikumandangkan. Poin nomor 10 hingga nomor 12 dilakukan setelah muadzin menyerukan iqamah. Kedua belas adab ini penting diketahui oleh para khatib khususnya para khatib pemula yang belum terbiasa.
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.